megamendungkelabu

Sabtu, 27 Februari 2021

Hal Yang Tidak Bisa Mbak Ran Kontrol.

"GAK ONO SING NGOPENI AKU!!!" 
"BRAK BRAK BRAK!!! " teriak Mbak Ran yang dibarengi suara tangan mengebrak kasur dengan emosi sambil menangis. 

Aku yang saat itu sedang sibuk komplain soal wifi, sangat kaget bukan kepalang. Kepalaku berputar makin kencang. Mas Rebo, sang penyedia wifi beringsut meninggalkan ruang tamu bergegas ke tempat Mbak Ran.

Aku terdiam dan bergegas dari ruang tamu menuju ke luar rumah. Langkahku terhenti di pintu masuk. Telingaku menangkap suara Mbak Ran yang masih bmenangis dan meracau tentang sesuatu. Aku yang tak terlalu paham situasinya tiba-tiba saja merasa terbebani entah oleh apa. 

Siang ini hujan mengguyur deras di desa Karang. Langit putih berselimutkan buih air. Hawa dingin mencengkeram tubuhku yang tiba-tiba saja terjebak di sebuah situasi yang tidak mengenakkan. 

Kepalaku mencoba mengurai sebuah peristiwa mengejutkan itu.  What's going on?! Aku kemudian memilih berjongkok di teras. Setidaknya dari tempat ini semua obrolan dan topik entah apa itu tak terdengar. Aku mencoba menjauh demi menjaga privasi keluarga ini. 

Pikiranku mulai menganalisa banyak hal. Dari kabar yang aku dengar 'Mbak Ran,  sakit,  yang akhirnya ia tak berangkat kerja beberapa hari'. Beberapa puluh menit sebelumnya Mbak Ran mengeluh dari kamar soal 'mbok mending rasah pasang wifi ae nek komplain terus'. 

Lalu ditambah beberapa menit selanjutnya 'ia memanggil anaknya entah buat apa,  namun sang anak gak segera muncul ke hadapannya'. Lalu Mak Dhuar. Terjadilah kejadian itu. 

Hujan masih deras. Aku bingung. Apakah harus pulang atau menunggu Mas Rebo selesaikan urusan keluarganya tersebut dan lalu kami kembali mengurus soal wifi? 

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Walau masih hujan. Logikaku berkelana ke berbagai pernyataan. 

'Apakah aku salah? Aku hanya sekedar mengusahakan apa yang bisa aku usahakan.' Harusnya sih aku gak salah, komplain untuk sesuatu yang sudah aku bayar adalah hak. 

Aku sepertinya sedang bertemu dengan beberapa kejadian yang tidak bisa dikontrol. Sakitnya Mbak Ran, Sibuknya Mas Rebo yang sedang melayani komplain,  dan tak munculnya sang anak saat dipanggil sang ibu. 

Tanganku menarik leher cardigan untuk dipakai sebagai payung sementara. Jalanan hari ini basah bagai sungai kecil. Butiran-butiran tirta dari langit membasahiku tanpa memperdulikan semua keruwetan ini. Aku berlari menuju rumah dengan masih berguman kecil sambil merapikan banyak ledakan di kepala. 

'Ahh,  aku akan menulis peristiwa ini di blog sebagai pembelajaran akan pentingnya berkepala dingin agar tidak terlalu emosional dalam hal apapun'.

***

Beberapa saat kemudian aku baru mengetahui kalau Mbak Ran ternyata sakit kista. Dua hari berselang ia kemudian dibawa ke rumah sakit untuk menjalani operasi pengangkatan penyakit tersebut. 

Walaupun aku menulis soal 'pentingnya berkepala dingin agar tidak terlalu emosional dalam hal apapun' di beberapa paragraf sebelumnya, namun jika aku yang menjadi subyek dalam peristiwa tersebut, mungkin ceritanya tak akan jauh berbeda. 

***

Nikmat sehat memang yang terbaik. Aku benar-benar kagum dengan orang-orang yang sabar dan teguh menghadapi ujian sakit. Semoga kita selalu diberi berkah kesehatan. Amin. 

Mujix
Sedang memikirkan solusi yang terbaik buat Wifi dan sedang menanamkan tekad untuk menjadi 'Komikus Sukses'! 
Simo,  27 Februari 2021